Rabu, 10 Agustus 2011

KTT KE-18 ASEAN DAN NASIB KAUM PETANI


KTT KE-18 ASEAN DAN NASIB KAUM PETANI
Oleh: Kukuh Tejomurti,S.H.
                Telah 44 tahun Perserikatan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau yang lebih dikenal dengan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). ASEAN yang berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand sebenarnya memiliki tujuan yang mulia baik di sektor ekonomi, sosial budaya, maupun politik keamanan bagi negara-negara anggotanya. Menarik untuk diperhatikan adalah salah satu isi dari Deklarasi Bangkok yang menyatakan bahwa ASEAN dibentuk untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara.
            Dalam perkembangannya memang ASEAN mengalami kemajuan yang pesat di bidang ekonomi di mana searah dengan masuknya era globalisasi di seluruh dunia yang semakin berkembang. Globalisasi di kawasan ASEAN tidak hanya memiliki kemajuan yang signifikan, tetapi juga sekaligus memiliki kemajuan yang mengerikan sebab kemudahan yang ditawarkan globalisasi justru semakin memfasilitasi kegiatan ilegal yang terjadi dengan melintasi batas - batas yurisdiksi negara, seperti penyelundupan obat terlarang, degradasi lingkungan dan penyebaran infeksi penyakit.
            Peningkatan di bidang ekonomi di wilayah Asia Tenggara juga ditandai dengan makin maraknya kegiatan ekspor impor dan perdagangan bebas yang dimainkan oleh masing-masing negara anggota ASEAN. Perdagangan bebas di wilayah Asia Tenggara yang dibuat melalui perjajian AFTA (Asean Free Trade Area) mengatur sebuah perdagangan (ekspor / impor) di kawasan Asia Tenggara dengan menghapus hambatan tarif dan hambatan non-tarif.
            Sekilas memang bila kita melihat ketentuan AFTA ini sangat baik bagi berkembangnya suatu perdagangan. Para eksportir dan importir tidak lagi terhambat dan terbebani dengan adanya hambatan tarif seperti: pajak-pajak atau charges  dan hambatan non-tarif seperti: peraturan teknis dari pemerintah, lisensi impor,pemeriksaan sebelum pengapalan (preshipment inspection)  sehingga memudahkan bagi para pelaku usaha baik eksportir maupun importir untuk memasarkan barang atau jasanya.
            Namun AFTA ini ibarat pisau bermata dua, AFTA bisa bermanfaat bagi negara-negara yang memang dari segi sumber daya alam dan sumber daya manusia sudah siap untuk memasuki era perdagangan bebas akan tetapi bagi negara-negara yang masih mempunyai sumber daya manusia yang sangat rendah maka perdagangan bebas ini bisa menjadi “bom waktu”.
NASIB KAUM PETANI
            Berangkat dari semangat satu isi Deklarasi Bangkok yaitu dibentuknya ASEAN bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara maka terbentuklah AFTA. Dengan adanya semangat AFTA yang mendorong diadakannya kerja sama bidang ekonomi bagi masing-masing negara anggota maka tidak heran jika makin mudahnya kegiatan ekspor impor maupun makin banyaknya investor asing yang menanamkan modalnya di negara-negara anggota ASEAN.
            Makin maraknya investor asing dari negara anggota yang menanamkan modalnya di wilayah negara anggota ini tidak diimbangi dengan adanya reformasi kebijakan dari pemerintah setempat untuk melindungi ketahanan ekonomi dari rakyatnya sendiri. Oleh karena itu, banyak kaum petani yang mengalami krisis lahan dan krisis pangan di negerinya sendiri. Hal ini juga diperparah dengan adanya ledakan penduduk yang besar di kawasan Asia Tenggara. Sebagai contoh: di Filipina, kong­lomerasi pangan yang berafiliasi dengan investor Malaysia mena­namkan dana US $ 1 miliar untuk mengembangkan 1 juta hektar tanah pertanian padi dan jagung. Oleh karena itu banyak kaum petani Filipina yang kekurangan lahan pribadi untuk bercocok tanam.
            Di Indonesia saja, menurut hasil diskusi itu, investor asing tercatat menguasai 1,3 juta lahan pertanian, yang kerap berasal dari lahan hutan. Para investor ini, menurut Indo­nesian Peasant Alliance (API), umumnya menggeser industri perumahan dengan industri pangan raksasa mereka. Situasi ini muncul karena mereka berada di bawah tekanan untuk memenuhi target ekspor. Hal ini juga diperparah dengan adanya peningkatan jumlah penduduk di Asia Tenggara. Oleh karena itu dengan adanya peningkatan jumlah penduduk dan ekspansi perusahaan kerap membuat para petani kehilangan lahan dan terpaksa bekerja sebagai buruh kontrak.
            Dengan maraknya perdagangan bebas saat ini maka akan membuat semakin banyak petani menanam pangan hanya untuk pasar ekspor dan juga semakin tergantung mendapatkan pangannya sendiri dari pasar. Jadi mereka juga pada saat yang sama sangat rentan dengan naik-turunnya harga pangan
KTT KE-18 ASEAN DAN HARAPAN PETANI
            Masalah krisis lahan dan ketahanan pangan merupakan masalah serius bagi negara anggota ASEAN. Oleh karena itu perlu ada tindakan cepat, tepat, dan efektif dari ASEAN sendiri. Masalah ketahanan pangan tampaknya menjadi fokus perhatian para pemimpin negara anggota ASEAN pada saat Konferensi Tingkat Tinggi Ke-18 ASEAN di Jakarta tanggal 7-8 Mei 2011. Perhatian para pemimpin negara anggota ASEAN ini dapat menjadi angin segar para petani yang sedang mengalami krisis lahan  dan ketahanan pangan. Salah satu dari 10 kesepakatan KTT Ke-18 ASEAN waktu lalu adalah kesepakatan untuk melakukan kerjasama regional menghadapi ancaman kecukupan pangan, terutama harganya serta meningkatkan produksi pangan.
            Namun fokus perhatian para pemimpin negara anggota ASEAN terhadap masalah ketahanan pangan yang kemudian melahirkan kesepakatan untuk melakukan kerjasama regional menghadapi ancaman kecukupan pangan belumlah cukup untuk memperbaiki kesejahteraan kaum petani. Hal ini dikarenakan apabila semakin maraknya perdagangan bebas / AFTA tetapi tidak diimbangi dengan peningkatan sumber daya manusia dan reformasi kebijakan dari dalam negeri seperti peraturan yang mengatur tentang investasi para investor di sektor lahan khususnya investor asing maka akan menjadi hal yang sia-sia dan tetap akan menjadi “bom waktu” bagi buruknya kesejahteraan kaum petani.
            Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Hukum UGM, Waketum Keluarga Mahasiswa Magister Ilmu Hukum UGM Periode 2011-2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar