Rabu, 10 Agustus 2011

BURUKNYA NASIB TKI, SEBUAH “TAMPARAN” UNTUK PEMERINTAH


BURUKNYA NASIB TKI,
SEBUAH “TAMPARAN” UNTUK PEMERINTAH
Oleh: Kukuh Tejomurti, S.H.
            Sungguh malang nasib Tenaga Kerja Wanita (TKW) Ruyati akhirnya ditentukan pada hari ini Minggu (19/6/2011), dimana Ruyati meninggal dengan tebasan pedang di Arab Saudi. Ruyati yang merupakan TKW yang dikirim ke Arab Saudi ini dihukum karena tersangka pembunuh majikan perempuannya. Sekali lagi ada kegagalan pemerintah dalam hal ini untuk melindungi warga negaranya di luar negeri. Hal ini bisa menjadi kekhawatiran tersendiri karena masih ada 23 (dua puluh tiga) TKW kita yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
            Sungguh sangat disesalkan kejadian seperti ini bisa terulang lagi tanpa adanya kehadiran sosok pemerintah untuk memberikan perlindungan. Pemerintah (presiden) seharusnya menggunakan momentum dengan sistem pemerintahan Arab Saudi dimana Arab Saudi adalah negara kerajaan (monarki) di mana raja arab  sendiri dapat mempunyai otoritas melebihi hukum / sistem hukum di arab. Contoh:  pada saat pemerintahan Gusdur, Gusdur bertemu Raja Fath (Raja Arab Saudi) untuk memohon bantuan dalam membebaskan TKI / TKW kita yang terkena hukuman. Saat ini pemerintah beralasan sulit menembus kekuasaan sistem birokrasi hukum Arab, namun dahulu gusdur sebagai kepala negara bisa berjuang dengan diplomasi tingkat tingginya bertemu raja arab utk bisa membantu gusdur utk memberi ampunan kepada siti zaenab (TKI yg terancam hukum pancung).
Konteks Hukum Internasional
            Penulis sendiri tak mengerti mengapa kejadian ini bisa terjadi. Pada prinsipnya pada Hubungan diplomatik dan konsuler (hubungan internasional) ada kewajiban pemerintah negara lain untuk memberitahukan kepada pejabat konsuler kita jika ada WNI yg terkena kasus hukum, apalagi sampai pada kasus ada eksekusi mati. Serta adanya fungsi melindungi pejabat konsuler kita kepada warga negaranya yang terdapat pada The Vienna Convention on Consular Relations 1963, Art. 5: “Consular Function consist in: protecting i the receiving state the interest of the sending state and of its nationals, both individuals and...”,  Setidaknya jika diberi tahu terlebih dahulu pemerintah bahkan presiden sebagai kepala negara yang mempunyai kewajiban memberikan perlindungan kepada warga negaranya bisa melakukan diplomasi / perundingan dengan pemerintah / raja arab utk memberikan keringanan pada (Almh) Ruyati.
            Selain itu juga pemerintah bisa melakukan intervensi kepada pemerintah Arab di mana intervensi ini sudah menjadi hal biasa dalam hubungan internasional. Sebagai contoh: pemerintah australia saja bisa melakukan intervensi  dengan kasus sapi yg diekspor ke indonesia, masalah tersebut masih menyangkut masalah nyawa sapi, terlebih masalah ini adalah nyawa manusia yang dipertaruhkan yang awalnya pada saat menjadi TKI / TKW tidak ada  keinginan sama sekali untuk melakukan tindakan kekerasan di negeri orang.
Koordinasi Yang Buruk      
            Sepertinya tidak adanya koordinasi yang baik antara para pejabat terkait masalah TKI / TKW ini. Jika dilihat dari pernyataan mereka sepertinya mereka tidak mau dipersalahkan dan saling melempar tanggung jawab antar institusi serta lebih melempar kesalahan dan tanggung jawab kepada pemerintah Arab Saudi. Padahal jika dilihat dari faktaya, anak korban eksekusi sendiri sudah berjuang keras mencari  keadilan dan kejelasan nasib ibunya ke pejabat-pejabat terkait akan tetapi hanya jawaban “pepesan kosong” yang diberikan oleh para pejaba kita.
            Seharusnya jika sudah tahu akan ada hukuman pancung / eksekusi pancung pejabat pemerintah kita mencari tahu, serta memberikan advokasi / bantuan hukum kepada (Almh) Ruyati tersebut. Akan tetapi sampai saat ini tidak ada kejelasan sama sekali mengenai pengacara yang ditunjuk untuk membantu (Almh) Ruyati. Hal yang selalu menjadi pertanyaan adalah putusan eksekusi mati diputuskan pada bulan mei 2011 dan dieksekusi pada bulan Juni 2011, pertanyaannya adalah kemana sajakah para pejabat pemerintah kita yang seharusnya memberikan perlindungan?  
            Penulis mencermati tidak adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban yang diberikan oleh para TKI  TKW kita.  Kita sadar bahwa Para TKI kita terpaksa harus bekerja di negeri orang tentunya karena di dalam negri sendiri tidak ada kepastian yg diberikan pemerintah untuk memberikan lapangan pekerjaan dalam rangka meningkatkan taraf hidup mereka. Mereka tentunya tidak ada niat sama sekali untuk berbuat kekerasan bahkan membunuh. Mereka melakukan tindakan kekerasan tentunya karena harus untuk membela diri mereka dari majikan  mereka yang kasar.  Oleh karena itu, penulis melihat tidak ada keseimbangan hak dan kewajiban yg diterima para TKI/TKW, para majikan mereka seharusnya diberikan edukasi-edukasi khususnya di arab untuk lebih menghormari hak asasi manusia karena jika diperhatikan dari keterangan anak (Almh) Ruyati tersebut  ibunya sudah sering disiksa oleh majikannya.
            Penyelesaian masalah eksekusi para TKI/TKW kita tentunya tidak selesai hanya dengan memberikan uang duka dari pemerintah untuk keluarga yang ditinggalkan. Hal ini bisa menjadi kesan yang buruk bagi kita karena tentunya nyawa tidak bisa tergantikan dengan uang. Tindakan yang harus dilakukan adalah keseriusan dari pemerintah Indonesia untuk bisa tegas dalam memberikan perlindungan kepada warga negaranya yang menjadi TKI/TKW.. Hal ini tentunya menjadi penting karena bagaimana pemerintah Arab Saudi akan menjadi serius dalam menghormati hak asasi manusia para TKI/TKW jika dari pemerintah kita saja tidak ada keseriusan dan ketegasan, bahkan hal ini bisa membuat bangsa kita semakin diremehkan.
            Pidato pencitraan Presdien SBY di Jenewa, Swiss dengan tema perlindungan bagi kaum  buruh, serta protes-protes keras oleh kementerian luar negeri adalah sangat tidak cukup  untuk mengatasi hal ini. Apabila TKI kita adalah disebut sebagai pahlawan devisa bagi negara akan tetapi pemerintah tidak memberikan perlindungan kepada mereka maka bisa dikatakan pemerintah hanya menerima pendapatan yang “tidak berkah” karena hanya “mengemis” pada hasil keringat para TKI/TKW kita, serta pungutan-pungutan asuransi yang tidak jelas peruntukannya, sementara mereka mati tanpa adanya sedikit perhatian dari pemerintah.
            Terkait dengan pernyataan menteri luar negeri tentang adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi tentang hubungan diplomatik dan kekonsuleran karena tidak adanya pemberitahuan pelaksanaan eksekusi mati (Almh) Ruyati. Penulis berpendapat jika memang untuk kepentingan hak asasi manusia warga negara bangsa kita, pemerintah Republik Indonesia sudah seharusnya mengadukan Arab Saudi kepada Dewan HAM di PBB karena dianggap telah melanggar hukum hak asasi manusia.
Penutup
            Semoga kasus Ruyati ini menjadi kasus terakhir mengenai kegagalan negara Indonesia dalam memberikan perlindungan kepada warga negaranya, serta semoga menjadi momentum yang baik untuk “menampar” pemerintah sehingga kinerja pemerintah menjadi lebih baik lagi dalam hal perlindungan para TKI / TKW kita.
Penulis adalah Mahasiswa Program Pascasarjana UGM Jurusan Hukum Internasional


Tidak ada komentar:

Posting Komentar